Minggu, 04 Desember 2016

BACKPACKING MURAH PHUKET – BANGKOK, THAILAND 6 HARI 6 MALAM (6D6N): HARI KELIMA (19 AGUSTUS 2016)



Hari:   Pertama   Kedua   Ketiga   Keempat   Keenam   Ketujuh




Meninggalkan Don Mueang Airport


Kembar B terbangun pukul 03.30 hari itu dan segera ke toilet dilanjut mencari colokan karena ponselnya telah mati sejak tadi malam. Menjelang pukul 04.30 dia membangunkan ketiga temannya untuk segera melaksanakan salat Subuh. Tempat salatnya agak jauh dari tempat mereka tidur jadi balok-balik ke tempat itu memang lumayan memakan waktu.

Setelah salat kami segera berbenah. Si kembar juga menyempatkan untuk sedikit berdandan, dan setelah itu kami mencari kran air gratis untuk mengisi botol-botol kami. Kami menemukan kran air gratis tersebut di lantai dua. Setelah mengisi penuh botol kami masing-masing, kami yang sejak tadi malam telah kehausan segera mencicipinya. Dan yikes, rasanya aneh seperti ada lumutnya. Sepertinya proses pensterilan airnya kurang sempurna.

Menjelang pukul 6.00 kami keluar. Karena pintu keluarnya banyak, kami sedikit bingung. Akhirnya kami bertanya ke salah satu penjaga, pintu manakah yang lebih bisa mendekatkan kami ke halte B1. Suasana masih sangat sepi. Hampir tidak ada yang terlihat di situ selain kami.

Bandara Don Mueang

Bandara Don Mueang Bangkok

Setelah keluar dari pintu yang ditunjuk petugas tadi, kami duduk menunggu datangnya Bus B1 dengan bosan di tempat duduk yang tersedia. Sesuai jadwal yang tertera di papan di dekat halte itu, bus tersebut baru akan datang pukul tujuh, padahal saat itu jam masih menujukkan pukul enam lewat sedikit.

Menginap di Bandara Don Mueang Bangkok

Naik Taksi ke Stasiun BTS Mo Chit


Pada saat kami menunggu dengan bosan itu, datanglah sebuah taksi dan menawari untuk mengantarkan kami. Si sopir terus membujuk kami. Akhirnya suami kembar A bertanya, kira-kira berapa biaya yang dibutuhkan untuk mengantarkan kami ke Stasiun BTS Mo Chit. Sopir itu bilang sekitar THB 100. Karena jika naik bus B1 akan habis THB 120 (THB 40/orang), kami pun akhirnya tergoda untuk naik taksi saja. Memang inilah salah satu kelebihan traveling berempat. Ada beberapa situasi dimana naik taksi akan jauh lebih murah dibanding naik moda transportasi yang bayarnya perorangan.

Ternyata perjalanan menuju Stasiun BTS Mo Chit hanya butuh waktu sekitar 15 menit. Dan bayarnya pun ternyata tidak jauh beda dengan perkiraan si sopir di awal tadi, yaitu THB 110 lebih. Kami memberikan uang THB 120 tanpa meminta kembalian, jadi habisnya sama dengan ongkos bus berempat, hahaha. Si sopir lalu menghentikan taksinya di dekat tangga menuju stasiun. Suasana sedikit macet jadi kami berusaha secepat mungkin menyelesaikan transaksi. Seteleh semua turun dan yakin semua barang bawaan lengkap, kami naik ke stasiun.

Cara menuju Stasiun BTS Mo Chit dari Bandara Don Mueang

Perjalanan Menuju Hostel


Naik BTS dari Mo Chit ke Phaya Thai


Suasana di stasiun sangat ramai karena mungkin saat itu memang bertepatan dengan jam berangkat kerja dan sekolah. Setelah mempelajari secara singkat cara naik BTS, kami segera menukarkan uang kami dengan uang koin. Kalian tak perlu khawatir. Meskipun uang kalian nominalnya besar, tempat penukaran tetap akan melayani karena memang persediaan koinnya sangat banyak.

Baca juga:
CARA NAIK BANGKOK MASS TRANSIT SYSTEM (BTS) ATAU SKYTRAIN DI BANGKOK, THAILAND

Lokasi Stasiun BTS Mo Chit Bangkok

Setelah mendapat koin, kami segera antre untuk membeli tiket BTS Sukhumvit Line jurusan Bearing dan turun di Phaya Thai langsung dari salah satu mesin-mesin yang tersedia. Begitu berhasil mendapatkan tiket, kami segera berjalan ke peron yang bertuliskan arah ke Bearing. Kami tidak menunggu lama karena frekuensi dari BTS memang lumayan tinggi, yaitu 3-6 menit. Kami melewati enam stasiun sebelum akhirnya turun di Stasiun BTS Phaya Thai.

Cara Membeli Tiket BTS

Cara naik BTS di Bangkok

Cara naik BTS Skytrain Bangkok

Lokasi Stasiun BTS Bangkok

Naik City Line menuju Ratchaprarop


Dari stasiun BTS ini, kami hanya tinggal berjalan menuju ke stasiun City Line, yang akan membawa kami ke Ratchaprarop, lokasi hostel kami berada. Kami berjalan menuju mesin tiket dan dengan cara yang hampir sama, kami membeli tiket City Line jurusan Ratchaprarop. Ternyata, tiket untuk City Line ini berupa token bulat dari plastik, seperti yang sebelumnya pernah kami temui ketika naik LRT di Malaysia.

Baca juga:
CARA NAIK CITY LINE (AIRPORT RAIL LINK) DI BANGKOK, THAILAND

Cara naik city line di bangkok

Cara naik airport rail link di bangkok

Cara membeli token airport rail link di bangkok

Cara membeli token city line di bangkok

lokasi stasiun city line bangkok

Stasiun ARL Ratchaprarop sebenarnya adalah stasiun kedua setelah Stasiun ARL Phaya Thai, jadi kami serasa hanya sekejap saja di dalam kereta.

Sempat Kesulitan Mencari Mascot Hostel


Turun dari Stasiun ARL Ratchaprarop, kami dengan ragu berjalan ke kanan untuk mencari alamat hostel kami, yaitu Mascot Hostel, yang terletak di Ratchaprarop Road Soi 8. Kami berjalan terus menjauhi stasiun dan bertanya ke beberapa orang yang sayangnya sama-sama tidak bisa menujukkan arah ke hostel kami. Karena tidak yakin untuk lanjut, akhirnya kami menyeberang dan berbalik arah, mencari gang tersebut di sisi jalan yang lain.

Pada saat kami hampir mencapai stasiun lagi dengan wajah yang lelah dan bingung, tiba-tiba seorang bapak tua bersepeda memanggil kami dengan isyarat tangannya. Ternyata bapak itu tahu kami sedang kesulitan mencari alamat. Bapak itu tidak bisa berbahasa Inggris, dan memang tidak seperti di Phuket, masih banyak orang Bangkok yang tidak bisa berbahasa Inggris, paling tidak beberapa orang yang kami temui selama kami di sana.

Dengan bahasa isyarat, bapak itu meminta untuk melihat kertas yang dipegang suami kembar A, yang berisi alamat hostel kami. Dari si bapak baru kami tahu bahwa 'soi' berarti gang dalam bahasa Thailand. Setelah bapak itu pergi, kami pergi ke arah sesuai petunjuk bapak tadi. Saat kami menemukan gang 8, kami akhirnya menyimpulkan bahwa masing-masing gang di sini mempunyai namanya sendiri. Itu bisa terlihat dari plang di gang tersebut. Yang tertera di sana adalah Ratchaprarop 8 (Soi Watthana Wong).

Dari ujung gang, kami berjalan sekitar 250 meter menuju Mascot Hostel. Pintu hostel itu hanya bisa dibuka dari dalam dengan memencet tombol, atau dari luar dengan menggunakan kunci kartu. Saat kami mengetuk pintu untuk pertama kali, petugas yang ada di dalam segera membukakannya.

Mascot Hostel Bangkok

Cara menuju Mascot Hostel Bangkok

Oh ya, di dekat pintu masuk, kami juga sempat membaca pengumuman bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Mascot Hostel dan akan ada free dinner untuk para tamunya pada pukul 8 malam nanti.

Lokasi Mascot Hostel Bangkok

Check-In di Mascot Hostel


Butuh beberapa waktu sebelum akhirnya kami dilayani. Tapi sembari menunggu kami dipersilahkan untuk menyantap sarapan berupa roti tawar, sosis, dan buah apel. Padahal di jadwal kami, kami baru akan mendapatkan sarapan besok. Lumayan. Dapat makanan tak terduga pas di saat kami memang lagi lapar-laparnya. Tak lupa kami juga memenuhi botol kami dengan air gratis yang ada di galon.

Hostel murah di Bangkok

Rekomendasi Hostel murah di Bangkok

Baca juga:
REVIEW MASCOT HOSTEL: PENGINAPAN MURAH DI BANGKOK

Proses verifikasi data kami lumayan lama karena ada semacam ketidakcocokan atau semacamnya. Petugas resepsionis sampai harus meminta bukti bayar kami. Untung semua receipt dari Traveloka masih kami simpan dengan lengkap. Ini sekaligus adalah tips bagi kalian. Jangan menghapus receipt yang kalian terima via email dari Traveloka karena sewaktu-waktu mungkin saja akan ditagih oleh petugas hostel seperti yang kami alami ini.


Baca juga:
CARA DAN TIPS CHECK-IN HOTEL DENGAN VOUCHER ONLINE TRAVELOKA

alamat mascot hostel bangkok

Memulai Perjalanan ke Wat Arun dan Sekitarnya


Kena Scam Saat Naik Tuk-Tuk Pertama Kali


Dan karena kami check-in sebelum waktunya, ternyata tempat kami masih ditempati oleh penginap sebelumnya. Untungnya, kami diperbolehkan untuk menitipkan tas kami di sana.

Setelah bawaan berat hilang dari punggung kami dan diganti dengan bawaan ringan, kami keluar dari hostel dan bersiap berangkat menuju tujuan kami selanjutnya, Wat Arun.

Kami berjalan lagi ke ujung gang. Beberapa waktu setelah bertanya ke beberapa orang yang berbahasa Inggris pas-pasan, kami masih kebingungan akan naik apa menuju Wat Arun. Sesuai itinerary, kami memang seharusnya naik tuk-tuk atau taksi, tapi entah kenapa kami tidak terlalu yakin untuk mencegat taksi.

Dan akhirnya munculah sebuah tuk-tuk. Si sopir bertanya kami hendak kemana. Setelah tahu kami hendak ke Wat Arun, dia mengatakan tarifnya adalah THB 200. Setelah proses tawar menawar akhirnya disepakati harga THB 100 untuk ke Wat Arun.

Baca juga:
TIPS NAIK TUK-TUK DI BANGKOK, THAILAND

Pengalaman naik tuk tuk di Bangkok

Selama perjalanan si sopir menyetir dengan hati-hati. Jadi pengalaman mengerikan seperti yang kami baca di banyak artikel itu sangat tidak kami rasakan hari itu. Pada awalnya si sopir juga sangat ramah. Dia mengajak kami berbincang-bincang. Dan di tengah perbincangan itulah si sopir mulai menjalankan aksinya. Dia tiba-tiba menawari kami tempat wisata lain. Dia bilang tempat itu lebih menarik dari Wat Arun. Saat kami menolak, dia tawarkan tempat yang lain lagi. Begitu seterusnya sampai akhirnya si sopir menyerah. Akhirnya dia memohon pada kami agar mau mampir ke sebuah toko barang lima menit agar dia dapat poin. Dan kami pun menyetujuinya dengan terpaksa.

Saat diturunkan di sebuah toko yang menjual jas dan syal, dengan tidak bersemangat kami masuk dan melihat-lihat barang-barang mahal yang ada di toko itu. Kurang dari lima menit kami keluar. Si sopir tampaknya tidak senang karena kami tak membeli apapun. Tuk-tuk pun mulai berjalan lagi. Si sopir sudah tak seramah tadi. Dan beberapa menit kemudian si sopir berhenti di pinggir jalan, meminta kami turun dan menyarankan kami untuk naik BTS saja dengan alasan jalanan sedang macet. Dan dengan tidak bertanggung jawab, si sopir kabur meninggalkan kami entah di daerah mana. Memang sih si sopir menggratiskan biaya perjalanan kami, tapi tetap saja tindakannya itu kurang ajar.

Naik Taksi ke Wat Arun


Akhirnya kami memutuskan untuk mencari taksi. Dan untungnya tidak perlu waktu lama. Kami mencegat, taksi berhenti, kami bilang mau ke Wat Arun, dan si sopir langsung bersedia mengantarkan kami. Ternyata perjalanannya sangat cepat. Tak sampai setengah jam kami sudah sampai di pintu masuk Wat Arun. Biayanya pun murah, hanya THB 125. Karena naik taksi ini, alih-alih masuk lewat pintu masuk bagian depan, kami masuk lewat pintu masuk bagian belakang.

Wat Arun Bangkok

Narsis dan Sewa Baju di Wat Arun


Tanpa berlama-lama kami segera membeli tiket seharga THB 50.

Baca juga:
REVIEW WAT ARUN: WAT WARNA-WARNI DI TEPI SUNGAI CHAO PHRAYA, BANGKOK, THAILAND

Harga tiket Wat Arun Bangkok

Cara menuju Wat Arun Bangkok

Saat kami di sana, sedang ada pemugaran di beberapa bangunan Wat Arun sehingga para pengunjung tidak bisa memasuki puncak yang tertinggi dari kuil itu. Akhirnya kami cuma bisa berfoto-foto di luar saja. Namun, meskipun begitu, ternyata hal ini sangat melelahkan karena ternyata kompleks wat ini cukup luas dan ada banyak spot menarik untuk dieksplorasi.

pengalaman di wat arun bangkok

review ulasan wat arun bangkok

Wat arun, wat terindah di bangkok

mengeksplorasi wat arun bangkok

traveling ke wat arun bangkok

backpacking ke wat arun bangkok

Oh ya, bagi kalian yang ingin mengunjungi tempat ini, diharapkan untuk memakai pakaian yang sopan ya. Apabila menurut petugas pakaian kalian dinilai kurang sopan, misalnya memakai celana pendek atau rok mini dan baju terbuka, petugas kemungkinan akan meminta kalian untuk menyewa kain. Biaya sewanya adalah THB 20 dan deposit sebesar THB 100. Memang biaya tersebut cukup murah tapi alangkah jauh lebih baik dan efisien jika kalian memakai pakaian yang sopan saat ke sini.

jalan-jalan ke wat arun bangkok

wisata ke wat arun bangkok

Setelah puas berfoto-foto, kami keluar dari pintu yang lain. Pintu yang ini mengarahkan kami ke sebuah pelataran luas, dengan beberapa penjual suvenir berjajar di sisi kanan. Kami hendak mencari tempat persewaan baju adat Thailand di situ. Seorang ibu mendekati kami dan tanpa diduga menawarkan jasa persewaan baju. Dan betapa beruntungnya, karena low season, kami bisa menawar sewa baju dengan gampangnya. Kami mendapatkan harga THB 300 untuk 4 potong baju lengkap.


Baca juga:
SEWA BAJU ADAT THAILAND DI WAT ARUN: MENCICIPI RASANYA JADI PRIBUMI THAILAND JADUL

sewa baju adat di wat arun bangkok

Awalnya para suami menolak untuk didandani. Tetapi karena para istri merengek-rengek, mereka akhirnya mau juga. Dan jadilah kami berempat didandani baju adat Thailand. Prosesnya sangat singkat. Peralatannya pun simpel. Periasnya juga tampak terampil memakaikan semua atribut.

sewa baju tradisional di wat arun bangkok

Setelah semua beres, kami diperkenankan untuk berkeliling daerah itu untuk berfoto-foto tanpa meninggalkan kartu pengenal apapun. Kami memanfaatkan momen itu untuk berfoto di berbagai sudut. Bahkan para istri tanpa malu menari-nari dengan sembarangan di tengah pelataran. Dan pada saat itulah ada sepasang bule berwajah latin yang mengajak kami berfoto. Sepertinya mereka mengira kami adalah petugas Wat Arun yang sengaja berdandan Thailand. Hahaha. Jadi artis dadakan deh.

dimana sewa baju tradisional di bangkok

dimana sewa baju adat di bangkok

Capek berfoto, kami mengembalikan baju adat tersebut dan kemudian membeli buah mangga potongan yang penjualnya menerima uang rupiah. Hal ini tentu tak kami sia-siakan walaupun kami juga tidak lantas memborongnya. Satu bungkus sebenarnya seharga THB 20, yang dia setarakan dengan IDR 10.000. Ya, lumayan pintar sih orang ini karena dengan menerima uang rupiah, dia akan mendapatkan keuntungan tambahan karena dia menggunakan pembulatan ke atas (yang terlampau bulat, hahaha). Tapi, kami ya toh mau-mau saja. Ada beberapa orang Indonesia yang kebetulan ada di situ dan melihat kami mengeluarkan rupiah, lalu jadi ikut-ikutan membeli mangga juga. Hahaha. Ya, memang, di Wat Arun ini kami bertemu dengan banyak sekali orang Indonesia jika dibandingkan dengan di Phuket.

Di Wat Arun ini juga ada beberapa penjual suvenir lho. Beberapa dari mereka juga menerima uang rupiah (tapi lebih baik kalian tetap membeli dengan menggunakan bath saja biar tidak rugi).

penjual suvenir di wat arun

belanja suvenir di wat arun

Menyeberang ke Tha Tien Pier


Setelah puas beristirahat, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Wat Pho. Untuk bisa menuju ke bangunan berisi Budha Tidur yang berada di sisi seberang dari Sungai Chao Phraya itu, kita hanya perlu membeli tiket seharga THB 3 dan menyeberangi Sungai Chao Praya dari dermaga (pier) di Wat Arun.

Beberapa saat kemudian, perahu tiba dari seberang dan kami pun naik. Perjalanan ini tidak memakan waktu lama karena lebar Sungai Chao Praya memang tidak begitu besar. Kami hanya harus menunggu perahu penuh. Perjalanan sungai hanya ditempuh kurang lebih 10 menit.

Baca juga:
TIPS MENYEBERANG SUNGAI CHAO PHRAYA DENGAN FERI (FERRY)

menyeberang ferry di bangkok

harga tiket ferry bangkok

menyeberang dari wat pho ke tha thien pier

pengalaman menyeberang dari wat pho ke tha thien pier

berapa lama menyeberang dari wat pho ke tha thien pier

Tak berama lama, kapal pun berhenti di Tha Tien Pier. Pier yang satu ini langsung terhubung dengan Tha Tien Market yang berisi banyak penjual mulai dari makanan, minuman, suvenir, dll. Kami tidak berencana membeli apapun karena kami ingin berbelanja di Chatuchak Weekend Market malam harinya. Kami hanya membeli sedikit camilan dan memakannya sambil duduk-duduk di sekitar trotoar Maha Rat Road, yang terletak tepat di luar Tha Tien Market.

Baca juga:
REKOMENDASI TEMPAT MAKAN HALAL DAN MURAH DI BANGKOK, THAILAND

Masuk Wat Pho


Selesai mengganjal perut, kami menyeberang ke seberang jalan dan masuk ke pintu gerbang yang membawa kami ke halaman Wat Pho. Ternyata suami kembar A tidak tertarik untuk masuk. Jadi akhirnya kami hanya membeli tiket untuk tiga orang sementara dia menunggu di luar. Tiket ini juga termasuk satu botol kecil air minum kemasan.

tiket masuk wat pho bangkok

Ternyata Wat Pho terdiri dari beberapa bangunan. Bangunan pertama yang kami masuki sepertinya adalah sebuah museum yang koleksinya tak begitu banyak. Setelah itu, kami masuk ke kapel tempat Patung Budha Tidur berada. Untuk masuk ke ruangan ini, kita diharuskan melepas alas kaki dan ada tempat untuk mengambil kantong tempat alas kaki. Dengan kondisi patung yang sangat besar dan di dalam ruangan tertutup yang tidak begitu luas, mustahil untuk mendapatkan foto penuh dari patung itu. Kami hanya bisa memotret beberapa bagian secara terpisah, yaitu bagian kepala, kaki memanjang, dan telapak kaki.

Baca juga:
REVIEW WAT PHO BANGKOK: KUIL BUDDHA TIDUR TERBESAR DI THAILAND

wat pho bangkok

review wat pho bangkok

patung buddha tidur bangkok

Kekurangan dari patung ini adalah dalam seni pahatnya. Tidak seperti patung Budha Tidur yang ada di Trowulan, patung ini tampak kurang indah karena bentuknya tidak menyerupai manusia nyata. Jadi patungnya terlihat kaku dan tidak real.

Baca juga:
PERJALANAN MURAH SEHARI KE TROWULAN, MOJOKERTO DENGAN KENDARAAN PRIBADI

Setelah selesai melihat dan memotret Buddha Tidur tesebut kami keluar dari sisi lain. Pada bagian ini ada berjajar sejenis mangkuk yang ditempatkan mulai dari pintu pertama dari sisi lain patung Buddha tersebut memanjang sampai pintu keluar. Mangkuk-mangkuk ini berisi uang. Siapa yang mau menyumbang bisa memasukkan uang ke deretan mangkuk-mangkuk itu. Beberapa pengunjung di hadapan kami tampak telah siap dengan semangkuk koin yang mereka beli. Dan saat melewati mangkuk-mangkuk itu mereka mengisinya satu koin untuk setiap mangkuk.

patung buddha tidur bangkok wat pho

patung buddha tidur terbesar di thailand

Kami bertiga berlalu tanpa mengisi dan akhirnya kami tiba di pintu keluar. Kami segera memakai sepatu kami dan berjalan ke halaman. Kantongnya tinggal dimasukkan ke tempat pengumpulan kantong di dekat pintu.

Dari halaman tersebut ada panah yang mengarahkan kami ke bagian lain halaman yang ternyata masih berada di kompleks Wat Pho. Di halaman ini terdapat beberapa stupa yang, seperti di Wat Arun, juga dilapisi oleh pecahan-pecahan porselen. Baru kami ketahui belakangan bahwa nama dari area ini adalah Phra Chedi Rai. Selain itu, di banyak sudut juga tampak bangunan-bangunan lancip yang tinggi menjulang yang terlihat megah. Dari kejauhan tampak juga bahwa kesemuanya menggunakan teknik mosaik yang sama. Semuanya dilapisi serpihan porselen yang disusun secara mendetail dan apik.

lokasi wat pho bangkok

Selesai bernarsis ria, kami keluar melalui gerbang yang ternyata mengantarkan kami ke halaman depan kompleks Wat Pho tempat kami pertama kali masuk tadi. Di sini kami bertemu dengan suami kembar A.

Kebingungan Mencari Masjid di Area Sekitar Wat Pho


Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Sesuai jadwal, sebenarnya kami masih punya beberapa tempat lain untuk dikunjungi. Tapi karena lelah, kami akhirnya memutuskan untuk pulang saja. Namun sebelum pulang, kami memutuskan untuk mencari masjid terlebih dahulu karena jam telah menunjukkan sekitar pukul satu siang.

Di dekat pintu keluar kompleks Wat Pho terdapat sebuah peta. Kami mencoba mempelajari peta tersebut dan setelah berdiskusi berempat, kami memutuskan untuk pergi ke arah selatan (dari pintu keluar Wat Pho belok kiri) karena dari peta tersebut tampak sebuah titik masjid yang sepertinya berada di daerah bernama Chakphet Road. Berjalan lumayan jauh akhirnya kami sampai di sebuah jembatan dengan plang bertuliskan Chakphet Road. Tapi sejauh mata memandang tidak tampak tanda-tanda adanya sebuah masjid. Pada saat kami kebingungan itu, sekitar seratus meter di dekat kami ada bule yang sedang membawa peta. Suami Kembar A langsung mendatangi bule itu dan meminjam petanya. Tapi akhirnya dia kembali dengan tangan hampa.

Akhirnya kami putuskan untuk berbalik arah. Di pertigaan pertama yang kami lewati kami bertanya kepada polisi yang berjaga di pos di pojokan pertigaan tentang keberadaan masjid yang dekat dengan tempat itu. Tapi polisi itu menjawab tidak ada. Akhirnya kami mencoba masuk ke pertigaan itu dan kami ternyata memasuki sebuah gang yang penuh dengan penjual bunga. Ternyata gang ini memang merupakan pasar bunga.

Kembali ke hostel


Kami berjalan terus dan gerimis mulai turun. Kami berhenti di depan sebuah toko dan memutuskan untuk pulang saja dengan naik taksi. Tidak banyak taksi yang lewat di daerah itu. Dan beberapa yang lewat dengan aneh menolak kami. Ada yang langsung menolak saat kami cegat, ada yang menolak setelah kami katakan tujuan kami dengan alasan traffic (sepertinya alasan yang paling sering dilontarkan oleh sopir taksi di Bangkok), dan ada juga yang menolak setelah tahu kami berempat. Halo? Apa salahnya dengan berempat?

Akhirnya kami berjalan kembali ke ujung pertigaan. Dan di seberang jalan tampak sebuah tuk-tuk yang sepertinya sedang nganggur. Kami menyeberang mendekati tuk-tuk itu. Dari penampilan sopirnya sepertinya tuk-tuk ini bukan tuk-tuk wisata melainkan tuk-tuk yang dipakai sehari-hari oleh warga sekitar, dan terutama dalam kasus ini kami menyimpulkan, warga yang hendak ke pasar atau yang pulang dari pasar.

Kami mengajaknya bicara tapi dia hanya mengerti sedikit bahasa Inggris. Kami memintanya untuk mengantarkan kami dan dia tidak menolak. Dia tidak begitu mengenal daerah kami pada awalnya, tapi saat tersebut kata Pratunam Market dia langsung paham. Memang Pratunam Market berada di daerah Ratchaprarop. Dan tanpa penawaran yang sulit, kami mendapatkan harga yang cukup murah, yaitu THB 250.

Dia mengantarkan kami dengan pelan dan hati-hati melalui jalan besar. Sekali lagi kami tidak merasakan kengerian seperti yang dialami traveler-traveler lain. Dia menurukan kami di depan gang 8.

Mencari Makan Siang Halal di Ratchaprarop Road


Turun dari tuk-tuk, kami memutuskan untuk mencari makan di gang 8. Kami menyusuri jalan dan melirik-lirik mencari tulisan halal. Ada sih beberapa resto halal, tapi harganya cukup mahal. Sampai Mascot Hostel kami lalui pun, kami tidak menemukan satupun resto halal yang sesuai kantong kami. Malah saat kami bertanya ke salah satu resto, petugasnya kebingungan dengan istilah halal.

Akhirnya kami ingat bahwa di depan gang 8 ada penjual ayam goreng yang bertuliskan halal. Kami kembali ke depan gang dengan kelelahan dan membeli masing-masing satu ayam goreng. Si kembar melengkapinya dengan masing-masing satu bungkus nasi sementara para suami membeli dua bungkus.

Sesampainya di hostel, kami segera memakannya secara diam-diam karena sesuai aturan sebenarnya kami memang tidak boleh makan di dalam hostel. Ayam gorengnya tampak digoreng sangat kering. Penampakannya tidak sama dengan kebanyakan ayam goreng di Indonesia, yang ini lebih ke arah hitam daripada coklat kekuningan. Saat menggigitnya untuk pertama kali… hmmmm… ternyata enak dan crispy banget. Andai tahu bumbunya aku pasti mau digorengkan ayam seperti ini saat di Indonesia. Hehehe. Sembari menggigit ayam kami mulai mengigit kepalan nasi yang telah kami keluarkan dari dalam bungkusan. Dan kali ini kami mengernyit. Kok nasinya lebih mirip ketan, ya? Tapi saking laparnya kami memakannya juga sampai habis. Selesai makan kami salat dan tidur.

Berangkat ke Chatuchak Weekend Market


Karena efek dari kelelahan tadi siang akhirnya kami kelamaan bermalas-malasan di kasur dan baru siap untuk melanjutkan jalan-jalan malam sekitar pukul tujuh malam. Kami turun dari kamar dengan sedikit tergesa-gesa dan saat tiba di lantai bawah kami disambut oleh senyum dari petugas hostelnya. Seperti yang tadi pagi telah kami ketahui, akan ada perayaan ulang tahun hotel ini sebentar lagi dan petugas itu meminta kami untuk bergabung dan tidak pergi terlebih dahulu.

Petugas lain bilang bahwa ada banyak makanan. Dan saat kami tanya tentang kehalalan makanan-makanan tersebut, dia bilang bahwa ada satu menu babi dan itu bentuknya seperti spiral. Selain itu, halal. Kami sebenarnya tidak enak untuk menolak, tapi di sisi lain kami juga takut kemalaman, padahal kami berencana ke Pasar Chatuchak setelah ini.

Akhirnya kami menolak dengan halus dan berhasil kabur. Kami berjalan cepat menuju ke ujung gang dan melanjutkan ke Stasiun ARL Ratchaprarop. Dari sini seperti sebelumnya, kami naik City Line menuju Stasiun ARL Phaya Thai dan oper BTS Sukhumvit Line jurusan Mo Chit dan turun di Stasiun BTS Mo Chit.

Turun dari stasiun BTS ini, ternyata ada panah yang mengarahkan kami ke Chatuchak Weekend Market. Sampai di depan sebuah taman kami bingung dan bertanya ke seorang cewek yang ada di tempat itu. Dia menunjukkan sebuah jalan masuk kecil di salah satu bagian dari pagar itu. Saat di dalam, baru kami sadari bahwa kami sekarang sedang memotong jalan melewati taman agar bisa sampai lebih cepat ke pasar tujuan kami.

Mengikuti jalan setapak, kami sampai di pintu lain. Keluar dari pintu itu kami disambut trotoar yang penuh dengan penjual makanan, persis seperti trotoar di Indonesia. Bedanya, dari tampilan sekilas sudah bisa ditebak bahwa kebanyakan dari makanan berat ini tidak halal.

Dari pintu itu kami berbelok ke kiri dan saat tiba di pertigaan, kami belok kanan. Kami melakukannya karena dari kejauhan tampak ada tempat ramai berlampu yang sepertinya adalah sebuah pasar. Dari arah yang kami tuju juga tampak beberapa orang yang berjalan kaki ke arah kami dengan menenteng tas plastik. Tapi rupanya kami salah. Ternyata itu bukan Chatuchak, tapi pasar lain yang sayangnya kami lupa namanya.

Akhirnya kami kembali ke pertigaan tadi dan belok ke kanan, ke arah yang menjauhi pasar pertama tersebut. Ternyata trotoar inilah yang akhirnya mengarahkan kami ke pasar Chatuchak. Kami yakin karena di pintu masuk terpampang nama dari pasar itu.

cara menuju Chatuchak Weekend Market

Di dekat pintu masuk tampak seorang pedagang yang menjual makanan yang terbuat dari binatang-binatang ekstrim seperti kalajengking, belalang, ulat, dll. Kami hanya melihat dan tidak membeli.

Kami lalu mulai berkeliling dan suasananya benar-benar seperti alun-alun yang ada di Indonesia. Tapi ternyata tidak semua stan buka di hari Jumat. Rata-rata yang buka adalah stan baju dan makanan. Kami berkeliling dan mencari sesuatu untuk oleh-oleh saat pulang ke Indonesia. Sayangnya, kami tidak menemukan yang menarik. Malah, yang di Tha Tien Market dan Wat Arun tadi siang jauh lebih menarik dan murah. Akhirnya kami hanya membeli empat gelas jus buah.

Karena tidak menemukan yang menarik dan sesuai budget, kami memutuskan untuk pulang saja. Padahal, niat kami ke pasar ini tadi, selain untuk mencari oleh-oleh, adalah untuk sekalian mencari makan malam. Tapi sayang, sepertinya kebanyakan makanannya tidak meyakinkan kehalalannya.

Kami keluar dari pintu lain dan menyusuri trotoar menuju taman tempat awal kami tadi. Dalam perjalanan, kami berhenti sejenak untuk membeli kentang goreng spiral sebagai pengganjal perut yang aman. Saat tiba di pintu taman tempat kami keluar tadi, kami kaget karena pintunya tertutup. Dan pada saat itu baru kami menyadari ada tulisan yang menyatakan pintu itu akan ditutup pada pukul 21.00.

Dengan sebal kami putar balik ke arah Pasar Chatuchak lagi, terus menyusuri trotoar yang menyerong ke kiri, yang membawa kami sampai kembali di Stasiun BTS Mo Chit. Kelelahan, kami menaiki tangga stasiun dan membeli token BTS Sukhumvit Line jurusan Bearing. Setelah sampai di Stasiun BTS Phaya Thai, sekali lagi kami berjalan ke Stasiun ARL Phaya Thai dan membeli tiket City Line jurusan Stasiun ARL Ratchaprarop. Sesampainya di stasiun, kami turun dan berjalan menuju hostel. Dalam perjalanan kami mampir ke 7-Eleven dan akhirnya membeli roti dan susu seperti di Phuket kemarin untuk makan malam.

Sejenak Mengikuti Acara Peringatan Ulang Tahun Mascot Hostel


Kami tiba di hostel sekitar pukul 23.00. Ternyata lobi sudah penuh orang dan acara belum selesai. Untuk menghormati pemilik hostel, kami luangkan sedikit waktu untuk menikmati acara yang mereka adakan—karaoke via youtube dengan menyanyikan lagu sesuai negara asal. Kami makan beberapa hidangan yang halal, seperti kue. Kami juga sempat berkenalan dengan seorang WNI yang berasal dari Jakarta.

Setelah sekitar setengah jam kami di situ, kami memutuskan untuk naik ke kamar. Paling tidak, sudah ada wakil dari Indonesia, batin kami. Selain tak begitu suka keramaian, alasan kami mengundurkan diri lebih cepat adalah karena ingin segera beristirahat.

Di kamar, kami memakan roti dan susu kami. Ternyata di dalam kamar, ada juga beberapa orang yang tak ikut pesta di bawah. Salah satunya adalah seorang lelaki berwajah Melayu. Dia menanyai kami beberapa hal dalam Bahasa Inggris. Hingga akhirnya pertanyaannya berujung pada "where are you from?" dan begitu kami menjawab "Indonesia", dia malah kaget. Rupanya dia adalah orang Indonesia juga, asal Padang. Semula, dia mengira mungkin kami orang Malaysia atau Singapura. Makanya, dia bertanya dalam Bahasa Inggris.

Kami sempat mengobrol beberapa saat sebelum akhirnya kami tidur setelah salat Isya terlebih dahulu tentunya.



Hari:   Pertama   Kedua   Ketiga   Keempat   Keenam   Ketujuh




Artikel terkait:

CARA MEMESAN HOTEL DI TRAVELOKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar